fosi.iagi.or.id |
Delta Mahakam
merupakan suatu kawasan delta yang terdiri dari beberapa pulau yang terbentuk akibat
adanya endapan di muara Sungai Mahakam dengan Selat Makassar,
Kalimantan Timur.
Jika dilihat dari angkasa, kawasan delta
ini berbentuk menyerupai bentuk kipas. Kawasan Delta Mahakam memiliki luas
sekitar 150.000 ha
(termasuk wilayah perairan). Namun jika dihitung luas wilayah daratan saja,
luas kawasan ini mencapai kurang lebih 100.000 ha. Secara administratif,
kawasan Delta Mahakam
berada dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara,
tepatnya berada di Kecamatan Anggana, Muara Jawa, dan Sanga-Sanga. Kawasan Delta Mahakam
merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam, terutama minyak bumi
dan gas alam
(migas). Cadangan terbesar terdapat di lapangan Peciko dan Tunu yang kini
dieksploitasi perusahaan migas multinasional asal Prancis,
Total E&P Indonesie. Berdasarkan
pengamatan megaskopis, sedimen permukaan daerah Delta Mahakam terdiri atas
lempung, lempung pasiran, pasir lempungan, lumpur pasiran, pasir, lumpur dan
kerikil (Ranawijaya,dkk.2000).
syawal88.wordpress.com |
Menurut Storm drr (2005), Delta
Mahakam merupakan tipe delta yang didominasi oleh proses pasang-surut
dan gelombang laut yang berlokasi di tepian Cekungan Kutai,
Kalimantan Timur dan mempunyai runtunan stratigrafi deltaik pantai
(coastal deltaic) berumur Miosen hingga Holosen. Stratigrafi paparan
berumur Kuarter di mana Sungai Mahakam berprogradasi menunjukan
dominasi perulangan sedimen karbonat paparan dan endapan delta
silisiklastik sebagai respon dari adanya perubahan muka air laut.
Endapan paparan ini telah dipengaruhi oleh arus laut yang kuat dari Selat
Makassar berarah utara-selatan. Roberts (2001) menunjukan bahwa
sedimen prodelta Holosen Delta Mahakam telah dibatasi menjadi paparan
bagian dalam (inner shelf) di sektor bagian utara, sedangkan di sektor
bagian tengah merupakan delta front namun dibelokan ke arah selatan
membentuk massa fasies prodelta yang luas. Paparan bagian tengah-luar
didominasi oleh topografi tanggul, berupa individu bioherm (Halimeda) dan
agregat.
Penelitian Crumeyrolle dan
Renaud (2003) menunjukan adanya relif tanggul di lepas pantai Delta
Mahakam yang terkadang membentuk bidang erosi dengan topografi yang
bervariasi antara 10 – 30 m (rata-rata 20 m).
Tanggultanggul (diapirism) ini membentuk Halimeda lumpur terigenik
yang kaya akan biota laut dan hidup pada permukaan transgresif perairan
yang jernih. Bioherm (Halimeda) paparan bagian dalam secara perlahan
terkubur oleh sedimen Delta Mahakam kala Holosen. Di bawah permukaan
transgresif Plistosen-Holosen, endapan sedimen menandakan tahapan
masa sistem susut laut yang terdiri dari jaringan fluvial, isian
gerusan lembah alluvium (channel fill), dataran delta agradasi dan endapan
paparan serta kipas delta progradasi.
Tatanan Tektonik Daerah Mahakam
Tatanan
tektonik cekungan kutai dapat diringkas sebagai berikut:
• Awal Synrift (Paleosen ke Awal
Eosen): Sedimen tahap ini terdiri dari sedimen aluvial mengisi topografi NE-SW
dan NNE-SSW hasil dari trend rifting di Cekungan Kutai darat. Mereka menimpa di
atas basemen kompresi Kapur akhir sampai awal Tersier berupa laut dalam sekuen.
• Akhir Synrift (Tengah sampai Akhir Eosen): Selama periode ini, sebuah transgresi besar terjadi di Cekungan Kutai, sebagian terkait dengan rifting di Selat Makassar, dan terakumulasinya shale bathial sisipan sand.
• Awal Postrift (Oligosen ke Awal Miosen): Selama periode ini, kondisi bathial terus mendominasi dan beberapa ribu meter didominasi oleh akumulasi shale. Di daerah structural shallow area platform karbonat berkembang
• Akhir Postrift (Miosen Tengah ke Kuarter): Dari Miosen Tengah dan seterusnya sequence delta prograded secara major berkembang terus ke laut dalam Selat Makassar, membentuk sequence.
• Akhir Synrift (Tengah sampai Akhir Eosen): Selama periode ini, sebuah transgresi besar terjadi di Cekungan Kutai, sebagian terkait dengan rifting di Selat Makassar, dan terakumulasinya shale bathial sisipan sand.
• Awal Postrift (Oligosen ke Awal Miosen): Selama periode ini, kondisi bathial terus mendominasi dan beberapa ribu meter didominasi oleh akumulasi shale. Di daerah structural shallow area platform karbonat berkembang
• Akhir Postrift (Miosen Tengah ke Kuarter): Dari Miosen Tengah dan seterusnya sequence delta prograded secara major berkembang terus ke laut dalam Selat Makassar, membentuk sequence.
Delta Mahakam, yang merupakan bagian
utama pembawa hidrokarbon pada cekungan. Berbagai jenis pengendapan delta on –
dan offshore berkembang pada formasi Balikpapan dan Kampungbaru, termasuk juga
fasies slope laut dalam dan fasies dasar cekungan. Dan juga hadir batuan induk
dan reservoir yang sangat baik dengan interbedded sealing shale. Setelah
periode ini, proses erosi ulang sangat besar terjadi pada bagian sekuen Kutai
synrift.
syawal88.wordpress.com |
Model Pengendapan Delta Mahakam
Delta
merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi
sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen lebih besar
daripada kemampuan pendistribusian kembali oleh proses yang ada
pada cekungan pengendapan (Elliot, 1986 dalam Allen, 1997) Menurut Boggs,
1987 (Dalam Allen, 1998), delta diartikan sebagai suatu endapan yang terbentuk
oleh proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran
delta menunjukkan daerah di belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas
(Upper Delta Plain) didominasi oleh proses sungai dan dapat dibedakan oleh
pengaruh laut terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai
material sedimentasi dari sistem fluvial. Ketika sungai – sungai pada sistem
fluvial tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali
pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum terdiri dari tiga
yaitu : delta plain, delta front dan prodelta
syawal88.wordpress.com Model Lingkungan Pengendapan Delta Mahakam (Allen 1998) |
Potensi Hidrocarbon Daerah Delta
Mahakam
Pembahasan
pengelolaan Delta Mahakam oleh Perusahaan asing sedang hangat saat ini, hal ini
tak lain karena potensi gas dan minyak sangat tinggi didaerah ini. Delta
Mahakam dan sekitarnya mempunyai potensi batubara yang relatif berukuran antara
lignit sampai bituminous, punya potensi tinggi dalam minyak, gas dan Kondensat.
syawal88.wordpress.com |
Delta
Mahakam Menuju Kehancuran
geografiuntukmu.blogspot.com |
Seiring
dengan besarnya potensi ekologis dan ekonomi Delta Mahakam, maka perkembangan
jumlah penduduk di wilayah ini meningkat pesat, khususnya di wilayah pesisir
Delta Mahakam. Perkembangan jumlah penduduk yang didominasi oleh arus imigrasi
ini menimbulkan konsekuensi logis pada perubahan ekosistem pesisir, khususnya
kerusakan hutan mangrove. Kerusakan sistemik ekosistem mangrove yang dikonversi
ke pemanfaatan lain seperti tambak, pemukiman, industri dan lain sebagainya
dapat menyebabkan kerusakan ekosistem keseluruhan Delta Mahakam, apabila tidak
dikendalikan dan dikelola dengan baik. Padahal dari sisi peraturan, Delta
Mahakam adalah Kawasan Budididaya Kehutanan yang tidak dengan begitu saja dapat
dikonversi. Pada saat ini sulit ditemui hutan mangrove dalam kondisi baik di
berbagai wilayah di Indonesia, hal yang sama terjadi di kawasan Delta Mahakam yang
saat ini hutan mangrovenya banyak di konversi untuk pengusahaan tambak atau
pemukiman. Dalam rangka mengembalikan fungsi keberadaan ekosistem hutan
mangrove perlu dilakukan pengelolaan yang baik dan bijaksana, di antaranya
dengan cara melakukan realokasi pemanfaatan/penggunaan lahan di wilayah
pesisir, rehabilitasi lingkungan dan pembuatan “sabuk hijau” (green belt)
mangrove di sepanjang pantai dan tepi sungai.
Kerusakan maupun degradasi
mangrove yang terjadi di Delta Mahakam di antaranya disebabkan pembangunan
jalan pipa oleh perusahaan minyak dan untuk pembuatan tambak udang serta
eksploitasi kayu untuk berbagai kepentingan. Perusahaan tambang yang dituding
merusak lingkungan sekitar Delta Mahakam adalah perusahaan Inpex asal Jepang
serta perusahaan Total E&P dari Prancis. Kontrak Total dan Inpex di Blok
Mahakam akan berakhir pada 2017 mendatang. Koordinator Divisi Hukum Jaringan
Advokasi Tambang JATAM, Merah Johansyah Ismail mengatakan, sekitar 80 persen
Delta Mahakam saat ini rusak berat akibat operasi pengerukan minyak secara
besar-besaran. Sejumlah perusahaan selain Total dan Inpex juga turut andil
dalam pengeboran minyak di Blok Mahakam yang disebut-sebut sebagai ladang gas
primadona di Indonesia. Ladang minyak di kawasan itu diperkirakan masih akan
produktif hingga 2030 mendatang.
Kondisi
lingkungan Delta Mahakam saat ini sangat kritis, dengan indikasi ekosistem
mangrove yang merupakan ekosistem dominan delta, kini mengalami tekanan yang
luar biasa, karena lebih 80% luasan mangrove yang ada telah dirubah
peruntukannya dan sebagian besar menjadi kawasan pertambakan (Kusumastanto,
2009). Berdasarkan Citra Satelit SPOT, dapat dilihat kecenderungan penurunan
luasan ekosistem mangrove
dan vegetasi yang terus meningkat dan berubah fungsi menjadi tambak. Luas hutan
mangrove di Delta Mahakam semula diperkirakan mencapai 120.00 ha, namun saat
ini yang tersisa hanya 20 %-nya (Creocean, 2000). Gambar 1 berikut adalah
gambaran perubahan penggunaan lahan dari tahun 1992-1998.
mbojo.wordpress.com |
Gambaran
sebagian Delta Mahakam dari Citra satelit SPOT. Warna merah mengindikasikan
tutupan vegetasi, termasuk hutan mangrove. (a) Tahun 1992, tambak udang hanya
meliputi 4 % dari luas hutan mangrove. (b). Tahun 1998, tambak udang telah
merusak 41% dari luas hutan mangrove. (c) Inset dari daerah di dalam kotak
bergaris putih pada gambar (b), menunjukkan pola tambak yang berkembang di
kawasan tersebut. (Diadaptasi dari berbagai sumber, 2009)
Demikian
pula laju perubahan di lahan mangrove di atas diikuti dengan meningkatnya
secara drastis luasan tambak yang dibuka, hal ini menunjukkan keterkaitan kuat
bahwa deforestasi yang terjadi adalah untuk dibuka menjadi tambak dan
pemukiman. Laju deforestasi besar-besaran terjadi sekitar tahun 1991-1996.
Gambar 2 menunjukkan tren deforestasi mangrove di wilayah ini. Sementara Gambar
3 menunjukan bahwa seiring dengan berkurangnya luasan hutan nipah (Nypa sp) dan
hutan bakau diikuti dengan meningkatnya
luasan tambak.
Gambar
2. Laju Deforestasi Delta Mahakam dari Tahun ke Tahun (Creocean dalam PKSPL
IPB, 2009)
indomarine.or.id |
Gambar
3. Proses perubahan lahan secara drastis di Delta Mahakam sebagai dampak krisis
moneter. Perubahan paling besar dialami oleh hutan nipah (dimodifikasi dari
Bourgeois et al., 2002).
Hilangnya
hutan mangrove berpengaruh terhadap penurunan daya dukung fisik pesisir, yang
dapat berakibat pada penurunan potensi sumberdaya perikanan, intrusi air laut,
peningkatan laju abrasi dan hilangnya biodiversitas. Semenjak tahun 1996, laju
abrasi diperkirakan mencapai sekitar 1.4 km2 per tahun; sementara sebelumnya
hanya sekitar 0.13 km2 per tahun (Levang, 2002).
Akibat
laju deforestasi ini juga berupa peningkatan laju abrasi pantai sebesar 10 kali
lipat yang diakibatkan oleh tidak adanya greenbelt. Dampak lainnya yang
sekarang dirasakan adalah intrusi air laut ke sumur-sumur di wilayah-wilayah
hilir delta sampai puluhan kilometer, sehingga air menjadi payau, terutama saat
musim kemarau. Hal ini terjadi karena ekosistem mangrove yang dulu menjadi
filter alam sekarang sudah hilang sehingga air laut jauh masuk ke wilayah
delta.
Ancaman
terbesar dari hilangnya ekosistem mangrove adalah hilangnya sumber kehidupan
alami bagi sumberdaya hayati perikanan maupun non perikanan, seperti hilangnya
spesies air tawar, jenis mangrove yang tidak tahan air asin karena masuknya air
laut sampai jauh, hilangnya tempat bertelur, sumber pakan ikan, tempat memijah
dan tempat pengasuhan bagi sumberdaya ikan laut, sehingga stok ikan di laut
berkurang.
Bila
melihat kondisi nyata Delta Mahakam maka sangat mendesak dilakukan
langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi yang mengkhawatirkan tersebut.
Beberapa program pengelolaan Delta Mahakam telah diusahakan, namun belum dapat
mengatasi masalah yang dihadapi, diantaranya diakibatkan oleh factor-faktor
yang menjadi kendala yakni belum adanya penataan ruang yang baik dan memiliki
kekuatan hukum, tumpang tindih kewenangan dan kelembagaan dalam pengelolaan,
berkembangnya aktivitas yang merusak kawasan delta, serta rendahnya kesadaran
masyarakat dalam mengelola lingkungan.
Pengelolaan
Delta Berkelanjutan
Pemecahan
permasalahan dalam pengelolaan delta memerlukan pendekatan yang komprehensif
dan terintegrasi serta dalam implementasinya perlu melibatkan seluruh
stakeholders, baik pemerintah daerah, masyarakat maupun pelaku aktifitas
ekonomi (industri, pengusaha, nelayan, dan pihak lainnya). Pendekatan dalam
pemecahan masalah ini pada prinsipnya dapat dilakukan melalui pendekatan
ekosistem, ekonomi, sosial dan kelembagaan.
Pendekatan Ekosistem
Pendekatan
ekosistem dalam pengelolaan kawasan delta adalah pengelolaan yang dilakukan
dengan berbasiskan kepada pengetahuan dan pemahaman kondisi ekosistem perairan
di kawasan delta. Seperti diketahui, delta adalah sebuah ekosistem perairan
pesisir, semi tertutup dan merupakan perairan yang sangat dipengaruhi oleh
masukan air dari daratan melalui sungai maupun dari laut. Dalam arti kata,
ekosistem perairan pesisir, delta tidak berdiri sendiri dan sangat dipengaruhi
oleh ekosistem daratan melalui sungai dan laut lepas. Sehingga, pengelolaan
kawasan delta tidak bisa di lepaskan dari pengelolaan kawasan DAS serta lautan.
Pengelolaan kawasan DAS, dan laut/lautan, sesuai dengan pendekatan IRCOM
menjadi penting mengingat, khususnya dalam hal pencemaran perairan, sumbangan
bahan pencemar terbesar nampaknya masih didominasi oleh masukan dari sistem
DAS. Demikian pula ekosistem dan aktivitas berbasiskan laut juga berpengaruh
terhadap pengelolaan delta, misalkan red tide, dampak perubahan iklim yang
mengakibatkan naiknya paras muka laut, tsunami atau pencemaran minyak yang
berasal dari laut (seaborne).
Pendekatan Sosial-Ekonomi-Budaya
Ditinjau
dari aspek sosial ekonomi dan budaya, pengelolaan wilayah delta beserta
sumberdaya alam di dalamnya, seharusnya memberikan manfaat terbesar kepada
masyarakat pesisir sebagai pelaku utama pemanfaat/pengelola sumberdaya
tersebut. Oleh karena itu, segala aktivitas pembangunan di wilayah delta
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir
tanpa mengorbankan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat serta kelestarian
sumberdayanya.. Dengan demikian kebijakan pengelolaan pesisir ditinjau dari
aspek sosial, ekonomi dan budaya yang harus diterapkan diantaranya sebagai
berikut:
Meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir sekitar delta dan memastikan
bahwa mereka mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari kegiatan pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya delta. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan dan pengelolaan sumberdaya delta dalam kerangka pengelolaan
berbasis IRCOM. Memasyarakatkan pengelolaan delta yang berkelanjutan dan
diikuti dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
pesisir, melalui pengembangan mata pencaharian alternatif agar aktivitas
pemanfaatan tidak melebihi daya dukung delta.
Pendekatan Sosial-Politik
Perencanaan
pengelolaan wilayah delta harus dilakukan secara independen tanpa ada tekanan
dari pihak lain. Artinya bahwa pihak perencana harus bebas menentukan arah
pengelolaan wilayah delta berdasarkan kaidah-kaidah pembangunan yang
berkelanjutan dengan memrtimbangkan kepentingan seluruh stakeholders. Penyusunan
perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di wilayah delta hendaknya
dilakukan secara bijaksana denga membertimbangkan aspek ekologis, sosial dan
ekonomi. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya pesisir khususnya delta, juga
harus diikuti pendidikan politik bagi seluruh pelaku pembangunan di wilayah
pesisir, untuk menciptakan kesamaan pandangan terhadap pengelolaan wilayah
delta.
Pendekatan Hukum dan Kelembagaan
Pengaturan
hukum dan kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya delta, pada dasarnya
merupakan unsur penting bagi pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Oleh karena itu pengaturan hukum dan kelembagaan hanya akan dapat memberikan
peranannya secara maksimal apabila kebijakan pengelolaan sumberdaya delta telah
ditetapkan didasarkan pada aspek legal yang kuat serta dukungan lembaga yang
dapat berperan aktif. Pemilihan kebijakan pengelolaan harus memiliki landasan
teoritis dan praktis dengan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya alam yang
tersedia serta proyeksi pemanfaatannya di masa depan, baik untuk sumberdaya
pulih, tidak pulih maupun untuk jasa-jasa lingkungan di wilayah delta. Peranan
pengaturan hukum dan kelembagaan sangat menentukan bagi keberlanjutan
pelaksanaan kebijakan yang telah menjadi pilihan guna mencapai tujuan
pengelolaan delta secara berkelanjutan
Daftar
Pustaka
http://geografiuntukmu.blogspot.com/2011/04/gawat-75-persen-hutan-mangrove-kaltim.html